Alamat
Gedung Hin An Hwee Koan.
Jl. KH. Hasyim Ashari No.4-6 Lt. 3A Suite C
Whatsapp
6287740814955
Alamat
Gedung Hin An Hwee Koan.
Jl. KH. Hasyim Ashari No.4-6 Lt. 3A Suite C
Whatsapp
6287740814955


Dalam beberapa hari terakhir, Nepal, sebuah negara yang dikenal dengan keindahan alam pegunungannya, telah menjadi pusat perhatian dunia karena gejolak politik dan kerusuhan sipil yang signifikan. Peristiwa ini tidak hanya mengguncang stabilitas negara, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai masa depan demokrasi dan
kepemimpinan di sana. Sebagai kantor hukum yang berorientasi pada analisis mendalam, penting bagi RSP Law Office untuk memahami akar permasalahan, dampak, dan kemungkinan skenario yang akan terjadi.
Apa yang sebenarnya memicu gelombang protes besar ini? Aksi protes yang awalnya dipimpin oleh Generasi Z (Gen Z), yaitu pemuda Nepal yang berusia antara 13 hingga 28 tahun, bermula dari keputusan pemerintah untuk memblokir platform media sosial utama seperti Facebook, Instagram, YouTube, dan X (Twitter). Pemerintah berdalih bahwa langkah ini diperlukan untuk mengatasi “penyalahgunaan” media sosial dan memaksa perusahaan-perusahaan tersebut untuk mendaftar dan tunduk pada regulasi lokal. Namun, bagi para aktivis dan pemuda, langkah ini dilihat sebagai serangan langsung terhadap kebebasan berekspresi.
Unjuk rasa yang dimulai dengan damai pada awalnya dengan cepat berubah menjadi kekerasan setelah aparat kepolisian melepaskan tembakan ke arah kerumunan, yang mengakibatkan puluhan orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Insiden ini, alih-alih meredam, justru memantik amarah publik yang lebih besar. Protes yang semula hanya menuntut pencabutan larangan media sosial, berkembang menjadi gerakan yang jauh lebih luas: melawan korupsi, nepotisme, dan elit politik yang dianggap sudah usang.
Meskipun larangan media sosial menjadi pemicu, masalah sebenarnya jauh lebih dalam. Bertahun-tahun, rakyat Nepal, khususnya generasi muda, merasa frustrasi dengan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan. Tingkat pengangguran di kalangan pemuda mencapai sekitar 20%, dan ribuan orang meninggalkan negara setiap hari untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Ironisnya, di tengah kesulitan ini, publik menyaksikan gaya hidup mewah anak-anak para politisi, yang dijuluki “nepo kids.” Mereka dianggap menikmati privilese dan keuntungan berkat koneksi orang tua, sementara mayoritas rakyat berjuang untuk bertahan hidup. Fenomena ini menjadi simbol ketidakadilan dan korupsi yang mengakar.

Kemarahan publik ini mencapai puncaknya ketika demonstran menyerbu dan membakar gedung parlemen, kediaman Perdana Menteri, serta rumah-rumah pemimpin senior lainnya. Aksi-aksi ini menunjukkan tingkat kekecewaan yang sangat tinggi terhadap seluruh sistem politik. Masyarakat tidak lagi percaya pada janji-janji kosong dan menuntut perubahan radikal.
Di tengah tekanan yang tak terbendung, Perdana Menteri KP Sharma Oli akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya. Keputusannya ini diambil setelah protes yang dipimpin oleh Gen Z merenggut banyak korban jiwa. Meskipun pengunduran diri Oli sedikit meredakan ketegangan, hal ini justru menciptakan kekosongan kekuasaan yang signifikan. Presiden Ram Chandra Poudel meminta Oli untuk memimpin pemerintahan transisional sampai pemerintahan baru bisa dibentuk, namun keberadaan Oli sendiri menjadi tidak jelas setelah ia dilaporkan meninggalkan kediaman resminya.
Saat ini, situasi politik di Nepal berada dalam ketidakpastian. Parlemen yang beranggotakan 275 orang memerlukan 138 kursi untuk mayoritas. Meskipun partai-partai oposisi seperti Kongres Nepal dan Pusat Maois bisa mencoba untuk membentuk koalisi, perpecahan internal di antara mereka memperumit keadaan. Dalam kekacauan ini, Partai Rastriya Swatantra (RSP), yang didukung oleh pemuda, bisa menjadi penentu. Mereka muncul sebagai “raja pembuat” yang akan menentukan arah pemerintahan selanjutnya.
Di tengah ketidakpastian politik ini, muncul sosok-sosok baru yang menjadi harapan publik. Salah satu yang paling menonjol adalah Balendra Shah atau yang akrab disapa Balen, Wali Kota Kathmandu yang juga seorang rapper. Bagi banyak orang, Balen melambangkan harapan baru dan terlepas dari politik dinasti tradisional. Popularitasnya telah memberikan energi baru bagi kandidat independen lainnya. Ada spekulasi bahwa ia bisa didorong sebagai kandidat Perdana Menteri. Namun, para analis mengingatkan bahwa memimpin kota sangat berbeda dengan memimpin sebuah negara yang sedang dilanda krisis.
Selain Balen, nama Kulman Ghising, mantan direktur pelaksana Otoritas Listrik Nepal, juga muncul sebagai kandidat terkuat untuk memimpin pemerintahan sementara. Dikenal karena rekam jejaknya yang bersih dan anti-korupsi, Ghising mendapat dukungan dari gerakan Gen Z setelah mantan Ketua Mahkamah Agung Sushila Karki dan Balen Shah menyatakan dukungannya. Jika ditunjuk, tugas utama Ghising adalah memandu Nepal melewati masa transisi yang bergejolak ini menuju pemilu yang baru.
Krisis di Nepal memiliki dampak yang luas. Selain korban jiwa dan kerusakan properti, ketidakstabilan ini juga menarik perhatian regional. Baik India maupun Tiongkok, yang memiliki kepentingan strategis di Nepal, memantau situasi dengan ketat. Kedutaan India di Kathmandu bahkan telah mengeluarkan nomor kontak darurat bagi warga negara India yang berada di Nepal.
Pemerintah Nepal telah memberlakukan jam malam di beberapa kota seperti Kathmandu, Lalitpur, dan Bhaktapur. Tentara juga dikerahkan untuk menjaga ketertiban. Namun, demonstrasi tetap berlanjut di beberapa tempat, menunjukkan bahwa amarah publik belum mereda.
Krisis ini menunjukkan bahwa kesabaran masyarakat, terutama generasi muda, terhadap korupsi dan elit politik sudah habis. Gerakan Gen Z di Nepal ini menjadi pengingat bagi seluruh dunia bahwa media sosial, selain sebagai alat komunikasi, juga bisa menjadi kekuatan untuk perubahan sosial dan politik. Peristiwa di Nepal ini mencerminkan tren yang sama yang terjadi di negara-negara tetangga seperti Sri Lanka dan Bangladesh, di mana kekecewaan publik terhadap kondisi ekonomi dan politik menyebabkan penggulingan kekuasaan. Bagi RSP Law Office, ini adalah studi kasus yang menarik tentang bagaimana ketidakpuasan masyarakat dapat berujung pada perubahan dramatis dalam dunia hukum dan politik suatu negara.
Artikel ini dirangkumkan dari beberapa sumber